Senin, 22 Juni 2009

pegadaian syari'ah

Sistem “Rahn” merupakan salah satu alternatif bagi masyarakat untuk memperoleh dana guna kepentingan aktifitas kehidupan sehari-hari. Uang memegang peranan penting sebagai alat tukar menukar juga sebagai alat ukuran nilai. Demikian juga barang dan jasa yang dihasilkan dinilai dengan satuan uang. Uang dalam pandangan Islam bukan barang yang dapat diperjualbelikan. Prinsip agama Islam tidak membolehkan untuk mengambil keuntungan dari pinjam-meminjam uang. Oleh karena itu “Rahn” atau istilah populernya dikenal dengan “sistem gadai” adalah salah satu instrumen dalam sistem perekonomian masyarakat Islam guna memenuhi kebutuhan perolehan dana untuk melaksanakan aktifitasnya sehari-hari. Diharapkan dengan sistem rahn ini dapat memberikan kontribusinya dalam rangka pemberdayaan umat terutama dalam hal kegiatan yang sifatnya produktif.

Unit layanan pegadaian syariah bermula dari terbitnya PP No.10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu dicermati bahwa PP 10/1990 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP No. 103 tahun 2000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pagadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Allah SWT dan setelah melalui kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan usaha syariah.Konsep operasi Pegadaian syariah mengacu pada system administrasi modern yaitu asas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan denganb nilai Islam.

Fungsi operasi Pegadaian syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah /Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi dibawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara structural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional. Pegadaian Syariah pertama kali berdiri di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) cabang dewi sartika dibulan januari tahun 2003. menyusul kemudian ULGS di Surabaya, Makasar, Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta ditahun yang sama hingga September 2003. Masih ditahun yang sama pula, 4 kantor Cabang Pegadaian di Aceh dikonversi menjadi Pegadaian Syariah.

Perkembangan produk-produk berbasis syariah kian marak di Indonesia, tidak terkecuali pegadaian. Perum pegadaian mengeluarkan produk berbasis syariah yang disebut dengan pegadaian syariah. Pada dasarnya, produk-produk berbasis syariah memiliki karakteristik seperti, tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk karena riba, menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang diperdagangkan, dan melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atas jasa dan atau bagi hasil. Pegadaian syariah atau dikenal dengan istilah rahn, dalam pengoperasiannya menggunakan metode Fee Based Income (FBI) atau Mudharobah (bagi hasil). Karena nasabah dalam mempergunakan marhumbih (UP) mempunyai tujuan yang berbeda-beda misalnya untuk konsumsi, membayar uang sekolah atau tambahan modal kerja, penggunaan metode Mudharobah belum tepat pemakaiannya. Oleh karenanya, pegadaian menggunakan metode Fee Based Income (FBI).[1]

BAB II GAMBARAN UMUM KELEMBAGAAN

  1. Sejarah Pendirian

Lembaga semacam ini pada awalnya berkembang di Italia, yang kemudian dipraktikkan di wilayah Eropa lainnya, misalnya, Inggris dan Belanda. Sistem gadai tersebut memasuki Indonesia dibawa dan dikembangkan oleh orang Belanda (VOC).

Bentuk usaha pegadaian di Indonesia berawal dari Ban van Lening pada masa VOC, yang mempunyai tugas memberikan pinjaman uang kepada masyarakat dengan jaminan gadai. Sejak itu, bentuk usaha pegadaian telah mengalami beberapa kali perubahan sejalan dengan perubahan peraturan-peraturan yang mengaturnya.

Pada mulanya Pegadaian di Indonesia dilaksanakan oleh pihak swasta, kemudian oleh Gubernur Hindia Belanda melalui Staatsblad tahun 1901 No.131 tanggal 12 Maret 1901 didirikan Rumah Gadai Pemerintah (Hindia Belanda) di Sukabumi, Jawa barat. Dengan dikeluarkannya peraturan tersebut, maka pelaksanaan gadai dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda, sebagaiman diatur dalam Staatsblad tahun 1901 No. 131 tersebut sebagai berikut:

“sejak saat itu di bagian Sukabumi kepada siapa pun tidak akan diperkenankan untuk dengan memberi gadai atau dalam bentuk jual beli dengan hak membeli kembali, meminjamkan uang, tidak melebihi 100 (seratus) Golden, dengan hukuman tergantung kepada kebangsaan para pelanggar yang diancam dalam pasal 337 KUHP bagi orang-oramg Eropa dan pasal 339 KUHP bagi orang-orang Bumiputera.

Selanjutnya, dengan Staatsblad 1930 No. 266, Rumah Gadai tersebut mendapat status Dinas Pegadaian sebagai Perusahaan Negara, dalam arti UU Perusahaan Hindia Belanda (Lembaga Hindia Belanda 1927 No. 419).

Pada masa pemerintahan RI, Dinas Pegadaian yang merupakan kelanjutan dari Pemerinah Hindia Belanda, status Pegadaian diubah menjadi Perusahaan Negara (PN) Pegadaian, berdasarkan UU No. 19 Prp.1960 jo. PP RI No. 178 tahun 1961 tanggal 3 Mei 1961 tentang pendirian PN Pegadaian. Kemudian status Badan Hukum PN Pegadaian tersebut berubah menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan), berdasarkan PP RI No. 7 tahun 1969 tanggal 11 Maret 1969 tentang perubahan kedudukan PN Pegadaian menjadi Perjan Pegadaian jo. UU No. 9 tahun 1969 tanggal 1 Agustus 1969 dan penjelasannya mengenai bentuk-bentuk usaha Negara dalam Perjan, Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Perseroan (Persero).

Selanjutnya, untuk meningkatkan efektifitas dan produktivitasnya, bentuk Perjan Pegadaian tersebut, kemudian dialihkan menjadi Perum Pegadaian berdasarkan PP No. 10 tahun 1990 tanggal 10 April 1990. Dengan perubahan status dari Perjan menjadi Perum, maka Pegadaian diharapkan akan lebih mampu mengelola usahanya dengan lebih professional, business oriented tanpa meninggalkan ciri khusus dan misinya, yaitu penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai dengan pasar sasaran adalah masyarakat golongan ekonomi lemah dan dengan cara mudah, cepat, aman, dan hemat, sesuai dengan motonya ‘menyelesaikan masalah tanpa masalah’.[2]

  1. Prinsip Dasar Syari’ah, Fungsi dan Tujuan Lembaga

Sebagaimana halnya instritusi yang berlabel syariah, maka landasan konsep

pegadaian Syariah juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadist Nabi SAW. Adapun landasan yang dipakai adalah :

Quran Surat Al Baqarah : 283

Artinya:”Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”

Hadist

Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda: Rasulullah membeli makanan dari seorang yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi. HR Bukhari dan Muslim

Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda: Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung risikonya. HR Asy’Syafii, al Daraquthni dan Ibnu Majah

Nabi Bersabda: Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan bintanag ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan. HR Jamaah, kecuali Muslim dan An Nasai

Dari Abi Hurairah r.a. Rasulullah bersabda: Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki (oleh yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaganya) Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya. HR Jemaah kecuali Muslim dan Nasai-Bukhari

Di samping itu, para ulama sepakat membolehkan akad Rahn ( al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985,V:181)[3]

Landasan ini kemudian diperkuat Dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional no 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut.

a. Ketentuan Umum :

1. Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan Marhun ( barang ) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.

2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.

3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.

4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.

5. Penjualan marhun

A. Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya.

B. Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi.

C. Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.

D. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.

b. Ketentuan Penutup

1. Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya

.

Fungsi Pegadaian Syariah

Tugas pokoknya adalah memberikan pinjaman kepada masyarakat atas dasar hukum gadai agar masyarakat tidak dirugikan oleh kegiatan lembaga keuangan informal yang cenderung memanfaatkan kebutuhan dana mendesak dari masyarakat. Perum Pegadaian melakukan kegiatan usaha utamanya dengan menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai serta menjalankan usaha lain seperti penyaluran uang pinjaman berdasarkan layanan jasa titipan, sertifikasi logam mulia, dan lainnya.

Tujuan Lembaga pegadaian Syariah

Perum Pegadaian sebagai badan usaha yang memonopoli atau satu-satunya lembaga formal di Indonesia yang berdasarkan hukum diperbolehkan melakukan pembiayaan dengan bentuk penyaluran kredit atas dasar hukum gadai, memiliki tugas pokok, yaitu untuk menjembatani kebutuhan dan masyarakat dengan memberi uang pinjaman/pembiayaan berdasarkan hukum gadai dan usaha-usaha lain yang berhubungan dengan tujuan pegadaian atas dasar materi. Tugas tersebut untuk membantu masyarakat agar tidak terjerat dalam praktik lintah darat, ijon atau pelepas uang lainya (money lender), dalam usahanya untuk memenuhi kehidupan sehari-haari.

Sifat usaha Pegadaian pada prinsipnya menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum, dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan. Oleh karena itu, pegadaian memiliki tujuan sebagai berikut :

1) Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijakan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasioanl pada umumnya melalui penyaluran uang pinjaman/pembiayaan atas dasar hukum gadai.

2) Untuk mengatasi agar masyarakat yang sedang membutuhkan uang tidak jatuh ke tangan para pelepas uang atau tukang ijon atau rentenir yang bunganya relatif tinggi.

3) Mencegah praktik pegadaian gelap dengan pinjaman yang tidak wajar.

Kemudian dalam PP ri No. 103 tahun 2000, tujuan Perum Pegadaian kembali dipertegas yaitu: Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama golongan menengah ke bawah, melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai. Juga menjadi penyedia jasa di bidang keuangan lainnya, berdasarkan ketentuan per-UU-an yang berlaku, serta menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba, dan pinjaman yang tidak wajar lainnya.

Pada saat pendirian pegadaian syaraih oleh Bank Muamalat Indonesia dan Perum Pegadaian melalui program musyarakah ditetapkan visi dan misi dari pegadaian syariah yang akan didirikan, yang keduanya mensiratkan tujuan didirikannya pegadaian syariah.

Visi pegadaian syariah adalah menjadi lembaga keuangan syariah terkemuka di Indonesia dan Menjadi perusahaan yang moderen, dinamis dan inovatif dengan usaha utama gadai

Sedangkan Misinya ada 7 yaitu:

1 Memberikan kemudahan kepada masyarakat yang ingin melakukan transaksi yang halal.

2 Memberikan superior return bagi investor

3 Memberikan ketenangan kerja bagi karyawan. Jadi tujuan pendirian pegadaian syariah meliputi seluruh stakeholder yang berkaitan dengan usaha layanan pegadaian yaitu masyarakat, investor, dan karyawan.

4 Pada tahun 2013 pegadaian menjadi “CHAMPION’ dalam pembiayan mikro dan kecil berbasis gadai dan fuducia bagi masyarakat menengah ke bawah.

5 Ikut membantu program pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat golongan menengah ke bawah melalui kegiatan utama berupa penyaluran kredit gadai dan melakukan usaha lain yang menguntungkan

6 Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah ke bawah

7 Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba dan pinjaman tidak wajar lainnya.[4]

  1. Legalitas dan Stuktur Organisasi

Dasar hukum berdirinya Perum Pegadaian adalah PP.No.10/1990 (yang diperbaharui dengan PP.No.103/2000) berubah lagi menjadi Perusahaan Umum (PERUM) hingga sekarang.

Struktur Organisasi Pegadaian Syariah atau Bagan Struktur Organisasi Unit Gadai Syariah yaitu:

Unit layanan gadai syariah (ULGS) ada;lah suatu unit organisasi dari perum pegadaian yang berada di bawah binaan divisi lain. Unit ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara stuktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai secara konvensiaonal. Dengan pemisahan dari kegiatan konvensional ini, maka sebagai konsekkuensinya perlu dibentuk kantor cabang layanan Gadai Syariah ytang mandiri namun untuk sementara waktu masih dibina oleh pemimpin wilayah Pegadaian sesuai tempat kedudukan kantor cabang tersebut. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas berikit gambaran bagan struktur organisasi Unit Layanan Gadai Syariah

  1. Mekanisme Operasional Lembaga

Operasional pegadaian syariah menggambarakan hubungan diantara nasabah dan pegadaian. Adapun teknis pegadaian syariah adalah sebagai berikut:

1 Nasabah menjaminkan barang kepada pegadaian syariah untuk medapatkan pembiayaan. Kemudian pegadaian menaksir barang jaminan untuk menjadikan dasar dalam memberikan pembiayan.

2 Pegadaian syariah dan nasabah menyetujui akad gadai. Akad ini mengenai berbagai hal seperti kesepakatan biaya gadaian, jatuh tempo dan sebagainya

3 Pegadaian syariah menerima biaya gadai, seperti biaya penitipan, biaya pemeliharaan, biaya penjagaan dan biaya penaksiran yang dibayar pada awal trandsaksi yang dibayar oleh nasabah

4 Nasabah menebus barang yang digadaikan setelah jatuh tempo.

Perbedaan utama antara biaya gadai dan bunga pegadaian adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda sementara biaya gadai hanya sekali dan diterapkan dimuka.

Melalui akad Rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan, dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Bisa juga dengan Nasabah (Rahin) mendapat pembiayaan / pinjaman (qard) pada akad ini nasabah dibebani biaya administrasi untuk menutup cost proses pencairannya. (fee penaksiran barang, pengganti ATK, dll) kemudian sebagai jaminannya, nasabah menyerahkan barang bergerak dan selanjutnya Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya (biaya ijarah) kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.[5]

  1. Strategi dan Manajemen Pengembangan Lembaga

Pada pegadaian syaraiah strategi dan manajemen pengembangan lembaga dapat dilihat dari simbol atau maskot si “INTAN” yang bermakna:

1 Inovatif artinya penuh gagasan (kreatif), aktif, menyukai tangtangan)

2 Nilai Moral Tinggi artinya Taqwa, jujur, berbudi luhur, loyal)

3 Trampil artinya menguasai pekajan, tanggap, cepat dan akurat)

4 Adi Layanan artinya sopan, ramah, berkepribadian, simpatik)

5 Nuansa Citra artinya berorientasi bisnis, mengutamakan kepuasan pelangan untuk selalu berusaha mengembangakan diri)

Makna yang terkandung dalam maskot SI INTAN

Kepala berbentuk berlian memberi makna bahwa Pegadaian mengenal batu intan sudah puluhan tahun, Intan tidak lebih dari sebuah bongkahan batu yang diciptakan alam dalam suatu proses beratus tahun lamanya. Kekerasannya menjadikan dia tidak dapat tergores dari benda lain. Tetapi dia juga dapat dibentuk menjadi batu yang sangat cemerlang (brilliant). Dengan kecemerlangan itulah kemudian dia disebut berlian. Karakteristik batu intan itu diharapkan terdapat juga pada setiap insan Pegadaian.

Sikap tubuh dengan tangan terbuka dan tersenyum memberi makna sikap seorang pelayan yang selalu siap memberikan pelayanan prima kepada siapa saja. Rompi warna hijau bermakna memberi keteduhan sebagai insan Pegadaian.

  1. Strategi Pengembagan Produk

PRODUK-PRODUK PEGADAIAN

1. KCA (Kredit Cepat Aman)

Pemberian kredit sistem gadai, prosesnya cepat (hanya 15 menit), aman dan mudah

prosedurnya, dengan jaminan barang bergerak seperti perhiasan (emas dan berlian), kendaraan bermotor dan barang bergerak lainnya.

2. KRASIDA (Kreddit Angsuran Sistem Gadai)

Pemberian kredit gadai bagi usaha mikro & kecil dengan sistem angsuran bunga 1% / bulan, jangka waktu maksimal 3 tahun dengan jaminan barang bergerak

seperti perhiasan (emas dan berlian), kendaraan bermotor (sepeda motor & mobil), dan barang bergerak lainnya (sama dengan KCA).

3. KREASI (Kredit Angsuran Sistem Fidusia)

Pemberian kredit sistem fidusia bagi usaha mikro & kecil dengan sistem angsuran bung 1%/bulan, jangka waktu maksimal 2 tahun. Barang jaminan BPKB dan survey kelayakan usaha.

4. JASA TAKSIRAN

Layanan untuk memberikan penilaian berbagai jenis dan kualitas perhiasan emas dan berlian. Penaksir-penaksir kami akan menjelaskan kepada nasabah akan karatase dan keaslian perhiasan nasabah.

5. JASA TITIPAN

Layanan penitipan/penyimpanan surat berharga / dokumen / sertifikat dan barang berharga lainnya. Prosedur mudah, biaya murah dan barang / dokumen nasabah akan aman.

6. GADAI SYARIAH

Rahn adalah produk jasa gadai yang berlandaskan pada prinsip-prinsip Syariah, dimana nasabah hanya akan dibebani biaya administrasi dan biaya jasa simpan dan pemeliharaan barang jaminan (ijarah). Pegadaian Syariah menjawab kebutuhan transaksi gadai sesuai Syariah, untuk solusi pendanaan yang Cepat, Praktis, dan Menentramkan.

7. GADAI GABAH (KREDIT TUNDA JUAL KOMODITAS PERTANIAN)

Kredit Tunda Jual Komoditas Pertanian ini diberikan kepada para petani dengan jaminan gabah kering giling. Layanan kredit ini ditujukan untuk membantu para

petani pasca panen terhindar dari tekanan akibat fluktuasi harga pada saat panen dan permainan para tengkulak. Sistem kredit ini sama dengan gadai biasa[6]

  1. Sistem Pelaporan dan Pengawasan

Sistem pelaporan dan pengawasan ini merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam setiap sistem kelembagaan atau perusahaan. Sistem pelaporan biasanya dilakukan oleh setiap staff dan divisi masing-masing bidangnya. Pelaporan ini bisa dilakukan setiap harinya, setelah menerima nasabah yang mengajukan permohonan peminjaman. Setiap akhir bulan (tutup buku) dan setiap akhir tahun. Hal ini dilakukan untuk mericek keuangan yang telah keluar maupun yang diterima oleh lembaga.

Aspek pengawasan dari suatu perusahaan gadai syariah adalah sangat penting karena dalam pengertian pengawasan itu termasuk didalamnya pengawasan oleh Yang Maha Kuasa melalui malaikat-Nya. Oleh karena itu organ pengawasan internal perusahaan yang disebut Satuan Pengawasan Intern (SPI) adalah merupakan pelaksanaan amanah. Tanggung jawab organ pengawasan termasuk para pimpinan unit tidak hanya kepada Dewan Komisaris dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tetapi juga harus dapat mempertanggung jawabkannya dihadapan Allah SWT dihari akhir kelak. Termasuk dalam organ pengawasan adalah Dewan Pengawasan Syariah yang terdiri dari para ulama yang cukup dikenal masyarakat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar