Senin, 22 Juni 2009

Konsep Mudharabah, Musyarakah dan Aplikasinya di Perbankan Syari'ah

Pengertian mudharabah

Mudharabah berasal dari kata dharb yaitu memikul atau berjalan. Pengertiam memikul dan berjalan ini lebih tapatnya adalah proses seseorang memikulka kaki dalam menjalankan usaha.

Menurut Abdur Rahman.L mudharabah dalam terminology hokum adalah suatu kontak dimana suatu kekayaan (property) atau persediaan (stock) tertentu (ra’su al-mal) ditawarkan kemitraan itu akan berbagi keuntungan pihak lain berhak untuk memperoleh keuntungan karena kerjanya mengelola kekayaan itu. Orang itu disebut Mudharib. Perjanjian ini adalan Contract of co partnership.

Dalam istilah Fiqh muamalah, mudharabah adalah sesuatu bentuk perniagaan dimana sipemilik modal (shahibul maal) menyetorkan modalnya kepada pengusaha. Yang selanjutnya disebut Mudharib ntuk perniagaan dengan keuntungan akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak sedangkan jika ada kerugiaan ada akan ditanggung oleh pemilik modal.

Beberapa model penarikan dana dari masyarakat yang dipraktekan oleh bank-bank berdasarkan syari’ah yaitu sebagai berikut:

a. Deposito Mudharabah

Deposito Mudharabah adalah suatu jenis deposito atau simpanan yang penarikan dilakukan pada suatu waktu tertentu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati diantara kedua belah pihak. Dengan porsi dengan laba yang ada.

b. Deposito Karya Mudaharabah

Ini merupakan deposito Mudharabah dengan jumlah minim tertentu dan untuk suatu jangka waktu tertentu dengan pembagian laba sesuai dengan porsi yang telah disepakati bersama

c. Tabungan Mudharabah

Ini merupakan simpanan Mudharabah dalam bentuk tabungan sehingga dibenarkan adanya mutasi dari dana tersebut sampai dilakukan perhitungan rata-rata untuk dapat membagi hasil secara proposional

d. Tabungan Mudharabah Muamalah

Tabungan Mudharabah Muamalah ini merupakan suatu tabungan dengan penbagian laba yang dihitung secara presentase yang telah disepakati dan dihitung dari saldo rata-rata dalam waktu tertentu. Karena merupakan tabungan, berarti dapat dibenarkan adanya mutasi.

Tabungan mudharabah ini diperuntukan bagi beasiswa, nikah, rumah, dan laini-lain. Dapat juga tabungan inni dipergunakan sebagai jaminan atas fasilitas pembiayaan yang diterima oleh nasabah

e. Giro Wadiah

Giro wadiah adalah suatu bentuk giro atau titipan yang dapat diberikan suatu “bonus” tertentu kepada nasabah

Pengertian Musayarakah.

Musyarakah atau syirkah menurut bahasa berarti ikhtilath.(percampuran) yaitu mencapurkan satu modal dengan modal lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam istilah syirkah adalah suatu akad dua orang atau lebih untuk berkongsi modal dan bersekutu dengan keuntungan.

Sedangkan pengertian Musayarakah atau Syirkah yaitu akad perjanjian usaha antara dua orang atau beberapa pemilik modal untuk menyertakan modalnya pada suatu proyek, masing-masing pihak mempunyai hak untuk ikut serta atau menggugurkan haknya dalam manajemen proyek. Keuntungan dari hasil usaha bersama ini dapat dibagikan menurut porsi penyertaan modal masing-masing maupun sesuai dengan kesepakatan bersama (unproportional). Hasil keuntungan Musyarakah juga diatur sesuai dengan prinsip pembagian keunungan atau kerugian (profit and loss sharing principle) atau seperti yang istilahnya digunakan oleg Undung-undang No. 10 tahun 1998 adalah prinsip bagi hasil..

Aplikasi Mudharabah dan Musyarakah dalam perbankan.

  1. Aplikasi akad Musyarakah.

Musayakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan Bank bersama-sama menyediakan dana untuk membiayaai proyek tersebut. Setelah proyek tersebut selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk Bank.

Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan dalam bagan di bawah ini

  1. aplikasi akad mudharabah

Pembiayaan Mudharabah adalah suatu perjanjian pembiayaan antara Bank dengan nasabah, dimana bank menyediakan 100% pembiayaan bagi usaha kegiatan tertentu dari nasabah, sedangkan nasabah mengelola usaha tersebut tanpa campur tangan bank.

Bank mempunyai hak untuk mengajukan usul dan melakukan pengawasan atas penyediaan dana untuk pembiayaan tersebut bank mendapat imbalan atau keuntungan yang dituangkan dalam bentuk nisbah yang besarnya ditetapkan atas dasar persetujuan kedua belah pihak. Apabila terjadi kerugian atas usaha tersebut maka kerugian tersebut sepenuhnya ditanggung oleh bank kecuali kerugian dari kelalainan nasabah itu sendiri.

Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan dalam bagan dibawah ini:

Manfaat Musyarakah dan Mudharabah

  1. bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
  2. Bank tidak berkewajiban membayar jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread
  3. Pengembalia pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah
  4. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman dan mengun tungkan. Hal ini karena keuntungan yang rill dan benar-benar terjadi itulah yang dibagikan

Selain manfaat yang akan diterima oleh bank, pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah juga memiliki resiko antara lain:

a. Asymmetril informasi problem yaitu kecenderungan salah satu pihak yang menguasai informasi lebih banyak untuk bersikap jujur. Oleh karena itu penetapan pembiayaan bagi hasil haruslah dilakukan dengan memperhatikan incentive compatible constraints (batasan-batasan untuk memberikan insentif bagi nasabah untuk berlaku jujur).

b. Side streaming yaitu nasabahmenggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak.

c. Lalai dan kesalahan yang disengaja.

Aturan pembagian keuntungan dan pertanggung jawaban kerugian dalam akad Musyarakah

  1. Pembagian keuntungan

Dalam akad Musayarakah, keuntungan akan dibagi diantara mitra usaha dengan bagian yang telah ditentukan pembagian keuntungan tersebut berdasarkan saham masing-masing dalam modal atau presentase tertentu, tidak ada jumlah yang pasti yang dapat ditentukan bagi pihak manapun. Tetapi keuntungan atau laba yang didapat bukan berdasarkan pada jumlah yang ditetapkan sebelumnya.

  1. Pertanggung jawaban

Kerugian merupakan bagian modal yang ilang karena kerugian akan dibagikan kedalam modal yang diinvestasikan dan menjadi tanggung jawab para pemilik modal. Para pemilik modal tidak dapat dari tanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan.

Kerugian merupakan bagian modal yang hilang, karena kerugian akan dibagikan kedalam modal yang diinvestasikan dan menjadi tanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan. Dan kerugian ditanggung sesuai ukuran atas modal yang diinvestasikan.

Prosedur umum pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah

  1. Tahap permohonan pembiayaan

Pada tahap ini calon nasabah dating ke bank untuk mendapatkan informasi mengenai kemungkinan memperoleh pembiayaan mudharabah dan musyarakah. Calon nasabah dihadapkan kepada Account officer (A/O) atau analisis pembiayaan untuk diberi penjelasan.

Secara lengkap tahap permohonan terdiri dari:

  1. Wawancara awal

Petugas mengadakan wawancara dengan calon nasabah untuk mengetahui karakter calon nasabah secara langsung. Bila hasil wawancara menggambarkan bahwa calon nasabah feasible (layak dibiayai) maka calon nasabah diminta mengisi formulir permohonan pembiayaan

  1. Verifikasi dokumen

Setelah formulir permohonan pembiayaan diisi dan dilampirkan dengan dokumen-dokumen yang diperlukan maka dilakukan verifikasi (pembuktian) terhadap legalitas dan keaslian dokumen-dokumen tersebut, serta dilakukan penelitian apakah calon bnasabah atau perusahaan terdapat dalam daftar hitam Bank Indonesia karena penarikan cek kosong atau kredit macet, atau dapat pula bank melakukan penelitian dengan meminta informasi kepada bank lain.

Selanjutnya diajukan kepemimpinan seksi pemasaran kredit dan dana jasa untuk direkomendasikan apakah permohonan tersebut layak proses atau tidak.

  1. Pengadministrasian

Jika terbukti bahwa calon nasabah memiliki aspek legalitas, tidak terasuk dalam daftar hitam Bank Indonesia dan tidak bermasalah dengan Bank lain, maka berkas permohonan pembiayaan, dibubuhi cap dan tanggal sebagai tanda telah diterima secara resmi

  1. Penentuan account officer (A/O)

Tindakan selanjutnya yaitu penetuan A/O (analisis pembiayan) untuk menangani dan bertanggung jawab secara langsung tersebut calon nasabah. A/O yang ditunjuk menerima kelengkapan dan kewajaran data dari informasi yang disampaikan pemohon.

  1. Penetuan target

A/O menentukan target atau date line untuk keputusan permohonan pembiayaan calon nasabah, penentuan pemberian pembiayaan kepada calon nasabah.

  1. Tahap analisa

Analisa pembiayaan dilakukan oleh A/O. analisa ini dilakukan terhadap seliruh aplikasi permohonan pembiayaan. Analisa dilanjutkan terhadap aspek-aspek calon nasabah. Seperti aspek manajemen pemasaran, teknis, keuangan legalitas usaha dan data agunan. Dari analisa tersebut dapat disimpulkan layak atau tidaknya pemohon pemb iayaan. Hasil analisa ayng dilakukan oleh A/O diuraikan melalui memorandum analisis pembiayaan dan tanda tangan oleh A/O untuk kemudian diajukan kepemimpin seksi bila disetujui oleh pemimpin seksi, memorandum tersebut langsung diajukankepemimpin cabang. Setelah disetujui oleh pemimpin seksi kemudian ke A/O

  1. Tahap Keputusan Pembiayaan

Tahap selanjutnya adalah pengembalia keputusan terhadap permohonan pembiayaan yang diajukan. Pengambilan keputusan untuk kantor cabang syari’ah dilakukan oleh pemimpin cabang selaku Decision Maker

Keputusan pembiayaan terdiri dari:

a. Keputusan penolakan pembiayaan yaitu permohonan pembiayaan yang tidak disetijui oleh pemimpin cabang dengan tidak menandatangani memorandum analisis pembiayaan dan menyerahkan kembali permohonan beserta memorandum analisis pembiayaan kepada A/O

b. Keputusan penerimaan pembiayaan

Apabila permohonan disetujui sebagian atau seluruhnya dengan atau tanpa syarat. Pemimpin cabang menandatangani memorandum analisis pembiayan. Setelah memorandum analisis pembiayaan ditanda tangani, maka diserahkan kepada A/O disetai dengan Disposisi keputusan pembiyaan yang berisi pendapat tentang persyatatan yang dan tindakan yang perlu dilakukan oleh A/O kepada calon nasabah. Kemudian A/O membuat surat keputusan pembiayaan yang memuat ketentuan dan syarat tertentu. Surat keputusan tersebut ditandatangani oleh pemimpin cabang.

  1. Tahap Pelaksanan Akad

Tahap ini merupakan perealisasian pembiayan, dimana nasabah berhak untuk mendapatkan pembiayaan untuk menunjang kalancaran realisasi pembiayaan tersebut, maka diperlukan kegiatan-kegiatan seperti:

a. Pembuatan SP4 (suarat pemberitahuan persetujuan pemberian pembiayaan)

b. Pembuat akad yang meliputi:

· Pengikatan agunan yang berupa benda bergerak atau benda tidak bergerak yang dijadikan jaminan dalam pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah. Besarnya agunan minimal 125% dari jumlah pembiayaan, sedangkan dalam pembiayaan mudharabah barang yang diberi itulah yang dijadikan sebagai agunan

· Akta notaries, apabila dibutuhkan untuk menyalurkan kepemilikan jaminan

· Biayaadministrasi yaitu: biaya yamg diajukan bank dalam pengurusan hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan pembiayaan

Prosedur Khusus Pembiyaan Mudharabah dan Musyarakah

a. Jangka waktu pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah adalah 1 tahun jika terjadi wan-prestasi terhadap kepatuhan angsuran, maka bank dapat membuat addendum, jika dilihat adanya itikad bak dari nasabah untuk melunasi, jika tidak maka pihak bank akan melakukan penjualan aguanan dengan memperhitungkan sisa kewajiaban nasabahnya. Hasil panjualan itu sebagian untuk membayar sisa kewajiban kepada bank dan sisanya dikembalikan ke nasabah.

b. Jika bank membuat addendum, maka nasabah harus membayar lagi biaya administrasinya.

c. Apabila sebelum jangka waktu yang ditetapkan nasabah sudah dapat mengembalikan seluruh pokok modal dan bagi hasil, maka berakhirlah akd kerjasama

d. Adanya monitoring yaitu apabila upaya pengamanan yang telah diberikan oleh bank dengan jalan terus memantau dan mengikuti jalannya perusahan nasabah, baik secara langsung maupun tidak langsung guna menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan dengan cara mendorong dipatuhinnya kebijaksanaan pembiayaan yang telah ditetapkan serta memberikan saran dan konsultasi agar perusahaan nasabah berjalan dengan baik.

Monitoring dibagi menjadi dua cara yaitu:

1. Monitoring pasif

Yaitu melakukan monitoring dengan mempelajari dan menganalisis informasi-informasi dari dalam bank seperti:

a. Mempelajari kartu oprasional pembiayaan untuk melihat pembayaran angsuran dan bagi hasil

b. Mempelajari kartu Giro untuk melihat mutasi keuangan nasabah

c. Mempelajari neraca dan perhitungan laba/rugi untuk melihat keuntungan yang didapat atau rugi yang diderita nasabah

2. Monitoring aktif

Yaitu melakukan monitoring dengan mengadakan pemeriksaan langsung ditempat perusahan atau kegiatan usaha nasabah dan mengadakan penilaian berdasarkan data fisik dan administrasi atau catatan-catatan yang ada pada nasabah seperti:

a. Meninta laporan berkala, persediaan, realisasi kerja dan sebagainya

b. Melakukan infeksi on the spot

Tahap monitoring meliputi:

  1. Reporting A/O membuat laporan kaada sesungguhnya dari usaha yang dijalankan berdasarkan hasil monitoring aktif maupun pasif
  2. Pembayaran yang dilakukan nasabah baik secara langsung maupun berupa pemotongan saldo tabungan, pembayaran yang dilakukan adalah pembayaran pokok dan nisbah bagi hasil secara priodik

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah mengajarmu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”

Dewan Syariah Nasional (DSN) menetapkan fatwa tentang distribusi hasil usaha dalam lembaga keuangan syari’ah (LKS) anatara lain:

· Pada dasarnya Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) boleh menggunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing) maupun bagi hasil (profit sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabahnya)

· Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah).pembagian hasil usaha sebaiknya menggunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing)

· Penetapan prinsip bagi hasil yang dipilih harus disepakati dalam akad.[1]

Didalam ketentuan yang telah ditetapkan oleh Dewan Syari’ah Nasional (DSN), dalam fatwanya dapat diketahui bahwa lambaga keuangan syari’ah (LKS) dapat menggunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing) atau bagi keuntungan (profit sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabahnya) sesuai akad yang telah disepakati oleh kedua belah pihak atau lebih. Boleh salah seorang menetapkan sendiri penetapan tentang pola bagi hasil usaha yang akan di gunakan namun pihak lain juga harus menyetujui penetapan itu.

Diperbolehkan ke dua sistem tersebut melihat bahwa baik prinsip bagi hasil atau bagi keuntungan belum ditemukan dalil nash yang melarang atau mengharamkan prinsip tersebut. Prinsip bagi hasil (revenue sharing) atau bagi keuntungan adalah termasuk dalam muamalah, dalam kaidah fiqh, semua muamalah itu memperbolehkan kecuali bila ada dalil yang mengharamkannya. Oleh karena itu tidak terdapat dalil yang mengharamkan tentang prinsip bagi hasil (revenue sharing) dan bagi keuntungan (profit sharing) maka kedua prinsip tersebut boleh digunakan dalam Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS).

* Alasan Penerapan Sistem Revenue Sharing

Secara umum dalam perbankan syariah landasan sistem ideal yang digunakan sistem aprasinya adalah sistem profit and loss sharing, sistem inilah yang dapat dijadikan ciri khusus bank syari’ah ang mengadakan sistem bank konvensional. Sistem ini merupakan model yang di contohkan oleh Rasulullah SAW ketika beliau menjadi mudharib dari Siti Khadijah. Sebagai pengganti mekanisme bunga sebagian ulama berpendapat bahwa dalam pembiayaaan proyek-proyek individual, intrumen yang paling baik adalah bagi hasil (profit and loss sharing). Walaupun banyak pembiayaan yang diberikan maka mereka mengakui bahwa ketika mereka bergerak dari pembiayaan proyek individu kepembiayaan lembaga (institusional banking), mekanisme bagi hasil menjadi kurang efisien yang melakukan semua fungsi seperti yang dilakukan oleh perbankan modern, yang berdasarkan pada mekanisme tingkat bunga.[2]

* Pemberlakuakn sistem revenue sharing didasarkan pada kenyataan bahwa:

1 . Dana dilemparkan oleh bank kedalam bentuk pembiayaan adalah dana polling yang berasal dari dana titipan (wadiah) serta bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) satu persatu sumber dana yang dilemparekan kedalam pembiayaan

2 Perhitungan pendapatan dibagi dengan pendekatan ini lebih mudah, khusus untuk produk pembiayan bagi hasil, cara ini akan sangat memebntu bank, di mana bank tidak memerlukan petugas yang memeiliki spesifikasi khusus tentang bisnis tertentu untuk dapat memerlukan kontrol terhadap biaya-biaya yang dikelurkan oleh nasabah

3 . Diasumsikan bahwa para nasabah belum terbiasa menerima kondisi berbagi hasil dan berbagi resiko. Dimana bila bank mengalami kerugian, nasabah akan ikut menangung resiko kerugian tersebut, berarti berkurangnya dana mereka yang ditabung atau disimpan pada bank.

4 . Pada sistem ini kemungkinan tingkat perhitungan bagi hasil yang diterima pemilik dana akan lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga pasar yang berlaku. Kondisi ini akan mempengaruhi para pemilik dana untuk mengarahkan investasinya kepada bank syari’ah yang nyatanya justru mampu memberikan hasil yang optimal.

5 . Penyaluran dana kepada sektor usaha menunjukan adanya berbagai macam usaha yang mempunyai karakteristik biaya yang berbeda. Bank sebagai shahibul maal kedua atau pemegang amanah shahibul maal pertama menghadapi kesulitan untuk mengakui biaya-biaya usaha ya ng dikeluarkan para nasabah pengusaha sebagai mudharib. Padahal biaya-biaya yang sulit diversifikasi inilah yang kemudian menjadi pengurang seluruh pendapatan yang akan dibagi hasilkan

v Keunggulan Revenue Sharing

1 Meningkatkan investasi dana pihak ketiga pada bank syari’ah karena jika bank mengguakan sistem perhitungan bagi hasil berdasarkan Revenue Sharaing dimana bagi hasil akan didistribusikan dari total-total pendapatan sebelum dikurang dengan biaya-biaya maka kemungkinan yang akan terjadi akan tingkat bagi hasil yang akan diterima oleh pemilik dana akan lebih besar dibandingkan dengan tingkat suku bunga pasar yang berlaku. Kondisi ini akan mempengaruhi para pemilik dana yang mengarahkan investasinya pada bank syari’ah.[3]

v Kelemahan Revenue Sharing

1 Apabila tingkat pendapatan bank sedemikian rendah, maka bagian bank setelah pendapatan didistribisikan oleh bank, tidak akan mampu membiayai kebutuhan oprasionalnya (yang lebih besar dari pada pendapatan fee) sehingga merupakan kerugian bank dan membebani para pemegang kerugian. Sementara penyandang dana atau investor lain tidak menaggung kerugian akibat biaya oprasional tersebut.[4]

2 Dengan kata lain secara tidak langsung bank menjamin nilai nominal investasi nasabah karena pendapatan paling rendah yang akan dialami oleh bank adalah Nol, dan tidak mungkin terjadi pendapatan negatif.[5]



[1] Dewan Syari’ah Nasional, himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional untuk Lembaga Keuangan Syari’ah edisi 1 diterbitkan atas kerjasama Dewan Syariah Nasional dan Bnak Indonesia 2001 hal 87-90

[2] Zainul Arifin, dalam buku Memahami Bank Syari’ah Ruang Lingkup, Peluang dan Tangtangan dan Prospek (Jakarta Alvabet anggota IKAPI 2000) hal 29

[3] Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah institute Bankir Indonesia, Konsep, Produk, dan Implementasi Oprasionalnya Bank Syari’ah hal 265.

[4] Adiwarman A.Karim dalam buku Ekonomi Islam Suatu Kajian Konterporer hal 85

[5] Zainul Arifin dalam buku Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari’ah

Revenue Sharing

Ekonomi syariah dengan basis bagi hasil. Kesetaraan antara pemilik modal (shohibul maal) dan pengusaha (mudharib) itu ada. Pemilik modal akan untung bila mudharib juga mendapat keuntungan, dengan porsi (nisbah) bagi hasil yang disepakati di awal dalam bentuk aqad. Sehingga bagi hasil itu di dalamnya ada kemakmuran, ada keadilan di samping kesetaraan tadi.

Kemakmuran terjadi karena ekonomi tumbuh, bukan hanya pada pengusaha besar yang kuat secara modal, tetapi juga pengusaha menengah dan kecil yang mendapat kucuran modal tanpa dibebani oleh bunga yang menjerat leher. Keadilan terjadi karena tidak ada pihak yang dirugikan sepihak, kalau untung, untung bersama, kalau rugi ditanggung sama-sama. Kedua hal mendorong kesetaraan antara shohibul maal dan mudharib. Shohibul maal akan hati-hati dan memberikan pengawasan dalam menyalurkan dananya. Sedangkan Mudharib akan tenang dan konsentrasi dalam mengembangkan usahanya.

Pinsip bagi hasil adalah profit sharing, secara akuntansi profit ini akan muncul dari revenue yang diperoleh dikurang COGS (harga pokok penjualan) yang kemudian kita kenal dengan gross profit. Apabila gross profit ini dikurangi lagi dengan beban-beban administasi dan marketing maka diperoleh Net Profit sebelum pajak. Secara awam tentunya kita memahami bahwa prinsip bagi hasil dihitung dari Net Profit sebelum pajak atau minimal dari gross profit. Ternyata berdasarkan pengamatan dan laporan bank syari’ah yang saya pelajari, yang terjadi adalah perhitungan bagi hasil diukur dari Revenue (penjualan/omset) suatu usaha. Revenue dalam suatu usaha selalu ada selama usaha itu bergerak,

.


Fatwa tentang Revenue Sharing

Fatwa DSN MUI NO: 15/DSN-MUI/IX/2000

Tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha

Menimbang

a. bahwa pembagian hasil usaha di antara para pihak (mitra) dalam suatu bentuk usaha kerjasama boleh didasarkan pada prinsip Bagi Untung (Profit Sharing), yakni bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya pengelo-laan dana, dan boleh pula didasarkan pada prinsip Bagi Hasil (Revenue Sharing), yakni bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana; dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan;

b. bahwa kedua prinsip tersebut pada dasarnya dapat diguna-kan untuk keperluan distribusi hasil usaha dalam Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS);

c. bahwa agar para pihak yang berkepentingan memperoleh kepastian tentang prinsip mana yang boleh digunakan dalam LKS, sesuai dengan prinsip ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang prinsip pembagian hasil usaha dalam LKS untuk dijadikan pedoman.

Menetapkan

FATWA TENTANG PRINSIP DISTRIBUSI HASIL USAHA DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH

Pertema

Ketentuan Umum

1. Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip Bagi Hasil (Revenue Sharing) maupun Bagi Untung (Profit Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-nya.

2. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil (Revenue Sharing).

3. Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad.

Kedua

Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyele-saiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Ketiga

Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Pengertian bagi hasil

Bagi hasil merupakan salah satu langkah inovatif lembaga keuangan syari’ah yang tidak hanya sesuai dengan etos budaya bangsa, namun lebih dari itu bagi hasil merupakan langkah keseimbangan sosial dalam memperoleh kesempatan pendapatan ekonomi, dengan demikian system bagi hasil dapat dipandang sebagai langkah lebih efektif untuk mencegah potensi terjadinya konflik kesenjangan antara si kuat (kaya) dan si lemah (miskin) di dalam perekonomian

Secara teknis, prinsip bagi hasil terselenggara melalui mekanisme penyertaan modal (participatory loan) atas dasar yaitu Profit and loss sharing dan Revenue sharing.

Berdasarkan fatwa DSN tahun 2006
menyatakan bahwa metode distribusi bagi hasil menggunakan dua metode yaitu Metode bagi hasil (Net Revenue sharing) yaitu bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi modal. Metode Bagi untung (profit sharing) yaitu bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi modal dan biaya-biaya.

  1. Profit Sharing

Profit sharing yaitu perhitungan bagi hasil didasarkan pada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pada bank syari’ah istilah ynag sering dipakai adalah Profit Loss Sharing dimana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang dilakukan.

Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerja sama antara pemodal (investor) dan pengelola modal (entrepreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha, dimana antara keduanya terikat kontrak bahwa dalam usaha, dimana antara keduanya terikat kontrak bahwa dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan di bagi antara kedua pihal sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula jika mengalami kerugian akan di tanggung bersama sesuai porsi masing-masing.

Keuntungan yang didapat dari usaha tersebut aka dilakukan pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bisa negative artinya usaha merugi dan jika positif berarti ada angka lebih dari sisa hasil pendapatan dikurangi biaya-biaya dan jika nol artinya antara pendapatan dan biaya menjadi balance. Keuntungan yang di bagikan adalah keuntungan yang bersih (net profit) yang merupakan lebihan dari selisih atas pengurangan total cost terhadap total revenue. Pembagian dalam profit saharing modal usaha dipisahkan terlebih dahulu, modal tidak termasuk kedalam pembagian tersebut. Dan pendapatan yang dibagikan oleh bank adalah seluruh pendapatan. Baik hasil investasi dana maupun pendapatan fee atas jasa-jasa yang diberikan oleh bank setelah di kurangi biaya-biaya oprasional bank

Keunggulan dan kelemahan dalam profit sharing

  1. Keungulan

· Sistem profit sharing merupakan karakteristik umum bahwa dalam landasan dasar bagi oprasional bank syari’ah didalamnya tersimpan unsur keadilan karena pada praktek oprasionalnya memberikan tanggung jawab yang sama antara shahibul maal dan mudharib dan begitu pula sebaliknya apabila ada kerugian

· Nasabah akan tertekan dan terbebani ketika nabah tidak mandapat keuntungan (rugi)

· Menempatkan nasabah sebagai mitra bisnisnya dalam pengembangan usaha

· Nasabah akan termotivasi untuk meningkatkan usahanya apabila usaha yang dijalankan meningkat

· Shahibul maal dan mudharib mendapat porsi keuntungan yang sebenarnya di dapat

  1. Kelemahan

· Dengan menggnakan sistem ini, maka hasil dihitung dari Netto setelah dikurangi biaya oprasionalnya, maka kemungkinan yang terjadi adalah bagi hasil yang diterima oleh para shahibul maal akan semakin kecil dan tentunya akan mempunyai dampak yang cukup signifikan apabila ternyata secara umum tingkat suku bunga pasar lebih tinggi, kondisi ini mempengaruhi keingian masyarakat untuk menginvestasikan dananya pada bank syari’ah yang berdampak menurunnya jumlah dana pihak ketiga secara keseluruhan.

· Nasabah akan menanggung konsekwensi yang berakibat tudak memperoleh atau menerima bagi hasil apabila bank rugi dan menaggung kerugian dan berdampak berkurangnya nilai uang yang investasikan atau bahkan uangnya diinvestasikan tersebut tidak akan kembali sama sekali

· Bank syari’ah harus mengsubsidi bagi hasil yang diterima kepada nasabah pemilik dana, bila bagi hasil nasabah pemilik dana lebih kecil dari suku bunga pasar untuk menghindari nasabah pemilik dana memindahkan dananya kepada bank konvensional

· Sulitnya pengakuan estimasi biaya yang akan dikeluarkan dalam usaha serta rumitnya pola pembagiannya pada prinsip perbankan modern bank memerlukan petugas yang memiliki spesifikasi khusus tentang bisnis tentunya kontol terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan oleh nasabah.

· Membuka peluang bagi mudharib untuk memenipulasi data pendaftaran secara sepihak karena perolehan pendapatan uang diterima sangat kecil

2. Revenue Sharing.

Revenue sharing berasal dari bahasa ingris yang terdiri dari dua kata yaitu reven yang berarti hasil, panghasilan, pendapatan. Sharing adalah bentuk kata kerja dari shart yang berarti bagi atau bagian. Revenue sharing berarti pembagian hasil, penghasilan dan pendapatan.

Revenue pendapatan dalam kamus kamus ekonomi adalah hasil uang yang di terima oleh perusahaan dari penjualan barang-barang [goods] dan jasa-jasa [services] yang di hasilkannya dari pendapatan penjualan ( sales revenue ).

Kalau di sandarkan pada analisis mikro ekonomi, istilah revenue (pendapatan) khususnya di pake berkenaan dengan aliran penghasilan dalam sutu periode waktu yang berasal dari penyediaan faktor-faktor produksi sumber daya alam ( labour) dan modal ( capital) masing-masing dalam bentuk sewa, upah dan bunga atau laba

Di dalam revenue terdapat unsur-unsur yang terdiri dari total biaya (total cost) dan laba (profit).laba bersih (met profit) merupakan laba kotor (gross profit) di kurangi biaya distribusi penjulan,administrasi keuangan

Jadi revenue shering dapat di artikan segai total penerimaan dari hasil usaha dalam kegiatan produksi,yang merupakan jumblah dar total pengeluaran atas barang ataupun jasa di kalikan dengan harga tersebut.

Sedangkan revenue sharing dalam arti perbankan yaitu jumlah penghasilan bunga bank yang diterima dari penyalur dananya dan jasa atas pinjaman,maupun titipan yang di berikan oleh bank. Yang diuntungkan dengan revenue sharing, secara sepintas tentu kita secara mudah mengatakan bahwa yang diuntungkan adalah pihak bank yang relative tanpa resiko dalam mengelola pembiayaannya. Walaupun sebetulnya semua pihak dirugikan, secara ekonomi tidak terjadi kemudahan bagi usaha kecil yang baru belajar, karena dipaksa dengan revenue sharing. Nasabah dirugikan dengan ketentuan bagi hasil tersebut, karena walaupun rugi asal punya revenue usahanya harus tetap membayar bagi hasil.

Sebagai sebuah tahapan dan pembelajaran menuju bagi hasil yang sebenarnya (profit & loss sharing) tidak mengapa. Sambil dilakukan pembelajarkan bagi masyarakat tentang bagi hasil. Dan juga sambil bank menyiapkan perangkat analisis pembiayaan yang memadai. Akan berbahaya kalau ini menjadi model yang berikutnya susah untuk berubah kembali. Karena ketika masyarakat mulai cerdas, mereka akan menilai, apa bedanya bank syariah dengan bank konvensional, Cuma beda akad saja. Bisnis perbankan adalah sebuah bisnis layanan yang berbasis kepercayaan. Ketika kepercayaan mulai turun, maka berakibat turun juga transaksinya. Ditambah lagi persaingan bank syariah yang semakin ketat. Saatnya sekarang kita berfikir lebih maju ke depan, dengan secara bertahap diperkenalkan prinsip bagi hasil yang benar yaitu profit & loss sharing.

Ø Landasan dasar penerapan revenue shering

Untuk memberikan alasan penerapan revenue sharing yaitu di ambildari patwa yang dikeluarkan oleh dewan syari’ah nasional adalah salah satu lembaga yang di bentuk oleh MUI untuk melaksanakan tugas-tugas MUI dalam memajukan dan mendorong ekonomi umat di samping itu lembaga ini antara lain untuk mengali menkaji dan merumuskan nilai dan prinsip-prinsip hukum islam (syari’ah) untuk di jadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga keuangan syari’ah serta mengawasi pelaksanaan implementasinya.

Lembaga ini beranggotakan para ahli hokum islam (fuqaha)serta ahli dan praktisi ekonomi terutama sector keuangan baik bank maupun non bank

Adapun patwa dewan syari’ah nasional yang menetapkan tentang revenue sharing adalah fatwa no 15 /DSN-MUI/2000 tanggal 7 jumadil ahir 1421 H atau 16 september 2000M.tentang prinsip distribusi bagi hasil dalam lembaga ke uangan syari’ah,fatwa tersebut mengatakan antara lain:

a. Pembagian hasil usaha antara pihak (mitra) dalam suatu bentuk usah dalam bentuk usaha kerja sama boleh di dasarkan pada prisip profit sharing (bagi keuntungan yakni bagi hasil yang di hitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya pengelolaan dana,dan boleh pula berdasarkan prinsip revenue sharing(bagi pendapatan)yakni bagi hasil yang di hitung dari total pendapatan pengelolan dana,masing-masing memiliki kekurang ke lebihan.

b. Kedua prinsip pada dasarnya dapat digunakan keperluan distribusi hasil usaha dalam lembaga keuangan syari’ah (LKS)

c. Supaya para pihak yang berkepentingan memperoleh kepastian tentang prinsip mana yang boleh di gunakan dalam LKS ,sesuai dengan prinsip agama islam, DSN memandang perlu mendapatkan fatwa tentang prinsip pembagian hasil usaha dalam LKS/di jadikan pedoman.

Dalam memutuskan fatwa untuk mentapkan ditribusi hasil usaha dalam lembaga ke uangan syari’ah (LKS),dewan syari’ah (DSN),mengemukakan dalil-dalil yaitu: dalil Al-Qur’an(al-baqoroh 282)