Pengertian mudharabah
Mudharabah berasal dari kata dharb yaitu memikul atau berjalan. Pengertiam memikul dan berjalan ini lebih tapatnya adalah proses seseorang memikulka kaki dalam menjalankan usaha.
Menurut Abdur Rahman.L mudharabah dalam terminology hokum adalah suatu kontak dimana suatu kekayaan (property) atau persediaan (stock) tertentu (ra’su al-mal) ditawarkan kemitraan itu akan berbagi keuntungan pihak lain berhak untuk memperoleh keuntungan karena kerjanya mengelola kekayaan itu. Orang itu disebut Mudharib. Perjanjian ini adalan Contract of co partnership.
Dalam istilah Fiqh muamalah, mudharabah adalah sesuatu bentuk perniagaan dimana sipemilik modal (shahibul maal) menyetorkan modalnya kepada pengusaha. Yang selanjutnya disebut Mudharib ntuk perniagaan dengan keuntungan akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak sedangkan jika ada kerugiaan ada akan ditanggung oleh pemilik modal.
Beberapa model penarikan dana dari masyarakat yang dipraktekan oleh bank-bank berdasarkan syari’ah yaitu sebagai berikut:
a. Deposito Mudharabah
Deposito Mudharabah adalah suatu jenis deposito atau simpanan yang penarikan dilakukan pada suatu waktu tertentu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati diantara kedua belah pihak. Dengan porsi dengan laba yang ada.
b. Deposito Karya Mudaharabah
Ini merupakan deposito Mudharabah dengan jumlah minim tertentu dan untuk suatu jangka waktu tertentu dengan pembagian laba sesuai dengan porsi yang telah disepakati bersama
c. Tabungan Mudharabah
Ini merupakan simpanan Mudharabah dalam bentuk tabungan sehingga dibenarkan adanya mutasi dari dana tersebut sampai dilakukan perhitungan rata-rata untuk dapat membagi hasil secara proposional
d. Tabungan Mudharabah Muamalah
Tabungan Mudharabah Muamalah ini merupakan suatu tabungan dengan penbagian laba yang dihitung secara presentase yang telah disepakati dan dihitung dari saldo rata-rata dalam waktu tertentu. Karena merupakan tabungan, berarti dapat dibenarkan adanya mutasi.
Tabungan mudharabah ini diperuntukan bagi beasiswa, nikah, rumah, dan laini-lain. Dapat juga tabungan inni dipergunakan sebagai jaminan atas fasilitas pembiayaan yang diterima oleh nasabah
e. Giro Wadiah
Giro wadiah adalah suatu bentuk giro atau titipan yang dapat diberikan suatu “bonus” tertentu kepada nasabah
Pengertian Musayarakah.
Musyarakah atau syirkah menurut bahasa berarti ikhtilath.(percampuran) yaitu mencapurkan satu modal dengan modal lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam istilah syirkah adalah suatu akad dua orang atau lebih untuk berkongsi modal dan bersekutu dengan keuntungan.
Sedangkan pengertian Musayarakah atau Syirkah yaitu akad perjanjian usaha antara dua orang atau beberapa pemilik modal untuk menyertakan modalnya pada suatu proyek, masing-masing pihak mempunyai hak untuk ikut serta atau menggugurkan haknya dalam manajemen proyek. Keuntungan dari hasil usaha bersama ini dapat dibagikan menurut porsi penyertaan modal masing-masing maupun sesuai dengan kesepakatan bersama (unproportional). Hasil keuntungan Musyarakah juga diatur sesuai dengan prinsip pembagian keunungan atau kerugian (profit and loss sharing principle) atau seperti yang istilahnya digunakan oleg Undung-undang No. 10 tahun 1998 adalah prinsip bagi hasil..
Aplikasi Mudharabah dan Musyarakah dalam perbankan.
- Aplikasi akad Musyarakah.
Musayakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan Bank bersama-sama menyediakan dana untuk membiayaai proyek tersebut. Setelah proyek tersebut selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk Bank.
Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan dalam bagan di bawah ini
- aplikasi akad mudharabah
Pembiayaan Mudharabah adalah suatu perjanjian pembiayaan antara Bank dengan nasabah, dimana bank menyediakan 100% pembiayaan bagi usaha kegiatan tertentu dari nasabah, sedangkan nasabah mengelola usaha tersebut tanpa campur tangan bank.
Bank mempunyai hak untuk mengajukan usul dan melakukan pengawasan atas penyediaan dana untuk pembiayaan tersebut bank mendapat imbalan atau keuntungan yang dituangkan dalam bentuk nisbah yang besarnya ditetapkan atas dasar persetujuan kedua belah pihak. Apabila terjadi kerugian atas usaha tersebut maka kerugian tersebut sepenuhnya ditanggung oleh bank kecuali kerugian dari kelalainan nasabah itu sendiri.
Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan dalam bagan dibawah ini:
Manfaat Musyarakah dan Mudharabah
- bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
- Bank tidak berkewajiban membayar jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread
- Pengembalia pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah
- Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman dan mengun tungkan. Hal ini karena keuntungan yang rill dan benar-benar terjadi itulah yang dibagikan
Selain manfaat yang akan diterima oleh bank, pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah juga memiliki resiko antara lain:
a. Asymmetril informasi problem yaitu kecenderungan salah satu pihak yang menguasai informasi lebih banyak untuk bersikap jujur. Oleh karena itu penetapan pembiayaan bagi hasil haruslah dilakukan dengan memperhatikan incentive compatible constraints (batasan-batasan untuk memberikan insentif bagi nasabah untuk berlaku jujur).
b. Side streaming yaitu nasabahmenggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak.
c. Lalai dan kesalahan yang disengaja.
Aturan pembagian keuntungan dan pertanggung jawaban kerugian dalam akad Musyarakah
- Pembagian keuntungan
Dalam akad Musayarakah, keuntungan akan dibagi diantara mitra usaha dengan bagian yang telah ditentukan pembagian keuntungan tersebut berdasarkan saham masing-masing dalam modal atau presentase tertentu, tidak ada jumlah yang pasti yang dapat ditentukan bagi pihak manapun. Tetapi keuntungan atau laba yang didapat bukan berdasarkan pada jumlah yang ditetapkan sebelumnya.
- Pertanggung jawaban
Kerugian merupakan bagian modal yang ilang karena kerugian akan dibagikan kedalam modal yang diinvestasikan dan menjadi tanggung jawab para pemilik modal. Para pemilik modal tidak dapat dari tanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan.
Kerugian merupakan bagian modal yang hilang, karena kerugian akan dibagikan kedalam modal yang diinvestasikan dan menjadi tanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan. Dan kerugian ditanggung sesuai ukuran atas modal yang diinvestasikan.
Prosedur umum pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah
- Tahap permohonan pembiayaan
Pada tahap ini calon nasabah dating ke bank untuk mendapatkan informasi mengenai kemungkinan memperoleh pembiayaan mudharabah dan musyarakah. Calon nasabah dihadapkan kepada Account officer (A/O) atau analisis pembiayaan untuk diberi penjelasan.
Secara lengkap tahap permohonan terdiri dari:
- Wawancara awal
Petugas mengadakan wawancara dengan calon nasabah untuk mengetahui karakter calon nasabah secara langsung. Bila hasil wawancara menggambarkan bahwa calon nasabah feasible (layak dibiayai) maka calon nasabah diminta mengisi formulir permohonan pembiayaan
- Verifikasi dokumen
Setelah formulir permohonan pembiayaan diisi dan dilampirkan dengan dokumen-dokumen yang diperlukan maka dilakukan verifikasi (pembuktian) terhadap legalitas dan keaslian dokumen-dokumen tersebut, serta dilakukan penelitian apakah calon bnasabah atau perusahaan terdapat dalam daftar hitam Bank Indonesia karena penarikan cek kosong atau kredit macet, atau dapat pula bank melakukan penelitian dengan meminta informasi kepada bank lain.
Selanjutnya diajukan kepemimpinan seksi pemasaran kredit dan dana jasa untuk direkomendasikan apakah permohonan tersebut layak proses atau tidak.
- Pengadministrasian
Jika terbukti bahwa calon nasabah memiliki aspek legalitas, tidak terasuk dalam daftar hitam Bank
- Penentuan account officer (A/O)
Tindakan selanjutnya yaitu penetuan A/O (analisis pembiayan) untuk menangani dan bertanggung jawab secara langsung tersebut calon nasabah. A/O yang ditunjuk menerima kelengkapan dan kewajaran data dari informasi yang disampaikan pemohon.
- Penetuan target
A/O menentukan target atau date line untuk keputusan permohonan pembiayaan calon nasabah, penentuan pemberian pembiayaan kepada calon nasabah.
- Tahap analisa
Analisa pembiayaan dilakukan oleh A/O. analisa ini dilakukan terhadap seliruh aplikasi permohonan pembiayaan. Analisa dilanjutkan terhadap aspek-aspek calon nasabah. Seperti aspek manajemen pemasaran, teknis, keuangan legalitas usaha dan data agunan. Dari analisa tersebut dapat disimpulkan layak atau tidaknya pemohon pemb iayaan. Hasil analisa ayng dilakukan oleh A/O diuraikan melalui memorandum analisis pembiayaan dan tanda tangan oleh A/O untuk kemudian diajukan kepemimpin seksi bila disetujui oleh pemimpin seksi, memorandum tersebut langsung diajukankepemimpin cabang. Setelah disetujui oleh pemimpin seksi kemudian ke A/O
- Tahap Keputusan Pembiayaan
Tahap selanjutnya adalah pengembalia keputusan terhadap permohonan pembiayaan yang diajukan. Pengambilan keputusan untuk kantor cabang syari’ah dilakukan oleh pemimpin cabang selaku Decision Maker
Keputusan pembiayaan terdiri dari:
a. Keputusan penolakan pembiayaan yaitu permohonan pembiayaan yang tidak disetijui oleh pemimpin cabang dengan tidak menandatangani memorandum analisis pembiayaan dan menyerahkan kembali permohonan beserta memorandum analisis pembiayaan kepada A/O
b. Keputusan penerimaan pembiayaan
Apabila permohonan disetujui sebagian atau seluruhnya dengan atau tanpa syarat. Pemimpin cabang menandatangani memorandum analisis pembiayan. Setelah memorandum analisis pembiayaan ditanda tangani, maka diserahkan kepada A/O disetai dengan Disposisi keputusan pembiyaan yang berisi pendapat tentang persyatatan yang dan tindakan yang perlu dilakukan oleh A/O kepada calon nasabah. Kemudian A/O membuat
- Tahap Pelaksanan Akad
Tahap ini merupakan perealisasian pembiayan, dimana nasabah berhak untuk mendapatkan pembiayaan untuk menunjang kalancaran realisasi pembiayaan tersebut, maka diperlukan kegiatan-kegiatan seperti:
a. Pembuatan SP4 (suarat pemberitahuan persetujuan pemberian pembiayaan)
b. Pembuat akad yang meliputi:
· Pengikatan agunan yang berupa benda bergerak atau benda tidak bergerak yang dijadikan jaminan dalam pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah. Besarnya agunan minimal 125% dari jumlah pembiayaan, sedangkan dalam pembiayaan mudharabah barang yang diberi itulah yang dijadikan sebagai agunan
· Akta notaries, apabila dibutuhkan untuk menyalurkan kepemilikan jaminan
· Biayaadministrasi yaitu: biaya yamg diajukan bank dalam pengurusan hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan pembiayaan
Prosedur Khusus Pembiyaan Mudharabah dan Musyarakah
a. Jangka waktu pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah adalah 1 tahun jika terjadi wan-prestasi terhadap kepatuhan angsuran, maka bank dapat membuat addendum, jika dilihat adanya itikad bak dari nasabah untuk melunasi, jika tidak maka pihak bank akan melakukan penjualan aguanan dengan memperhitungkan sisa kewajiaban nasabahnya. Hasil panjualan itu sebagian untuk membayar sisa kewajiban kepada bank dan sisanya dikembalikan ke nasabah.
b. Jika bank membuat addendum, maka nasabah harus membayar lagi biaya administrasinya.
c. Apabila sebelum jangka waktu yang ditetapkan nasabah sudah dapat mengembalikan seluruh pokok modal dan bagi hasil, maka berakhirlah akd kerjasama
d. Adanya monitoring yaitu apabila upaya pengamanan yang telah diberikan oleh bank dengan jalan terus memantau dan mengikuti jalannya perusahan nasabah, baik secara langsung maupun tidak langsung guna menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan dengan cara mendorong dipatuhinnya kebijaksanaan pembiayaan yang telah ditetapkan serta memberikan saran dan konsultasi agar perusahaan nasabah berjalan dengan baik.
Monitoring dibagi menjadi dua cara yaitu:
1. Monitoring pasif
Yaitu melakukan monitoring dengan mempelajari dan menganalisis informasi-informasi dari dalam bank seperti:
a. Mempelajari kartu oprasional pembiayaan untuk melihat pembayaran angsuran dan bagi hasil
b. Mempelajari kartu Giro untuk melihat mutasi keuangan nasabah
c. Mempelajari neraca dan perhitungan laba/rugi untuk melihat keuntungan yang didapat atau rugi yang diderita nasabah
2. Monitoring aktif
Yaitu melakukan monitoring dengan mengadakan pemeriksaan langsung ditempat perusahan atau kegiatan usaha nasabah dan mengadakan penilaian berdasarkan data fisik dan administrasi atau catatan-catatan yang ada pada nasabah seperti:
a. Meninta laporan berkala, persediaan, realisasi kerja dan sebagainya
b. Melakukan infeksi on the spot
Tahap monitoring meliputi:
- Reporting A/O membuat laporan kaada sesungguhnya dari usaha yang dijalankan berdasarkan hasil monitoring aktif maupun pasif
- Pembayaran yang dilakukan nasabah baik secara langsung maupun berupa pemotongan saldo tabungan, pembayaran yang dilakukan adalah pembayaran pokok dan nisbah bagi hasil secara priodik
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah mengajarmu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”
Dewan Syariah Nasional (DSN) menetapkan fatwa tentang distribusi hasil usaha dalam lembaga keuangan syari’ah (LKS) anatara lain:
· Pada dasarnya Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) boleh menggunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing) maupun bagi hasil (profit sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabahnya)
· Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah).pembagian hasil usaha sebaiknya menggunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing)
· Penetapan prinsip bagi hasil yang dipilih harus disepakati dalam akad.[1]
Didalam ketentuan yang telah ditetapkan oleh Dewan Syari’ah Nasional (DSN), dalam fatwanya dapat diketahui bahwa lambaga keuangan syari’ah (LKS) dapat menggunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing) atau bagi keuntungan (profit sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabahnya) sesuai akad yang telah disepakati oleh kedua belah pihak atau lebih. Boleh salah seorang menetapkan sendiri penetapan tentang pola bagi hasil usaha yang akan di gunakan namun pihak lain juga harus menyetujui penetapan itu.
Diperbolehkan ke dua sistem tersebut melihat bahwa baik prinsip bagi hasil atau bagi keuntungan belum ditemukan dalil nash yang melarang atau mengharamkan prinsip tersebut. Prinsip bagi hasil (revenue sharing) atau bagi keuntungan adalah termasuk dalam muamalah, dalam kaidah fiqh, semua muamalah itu memperbolehkan kecuali bila ada dalil yang mengharamkannya. Oleh karena itu tidak terdapat dalil yang mengharamkan tentang prinsip bagi hasil (revenue sharing) dan bagi keuntungan (profit sharing) maka kedua prinsip tersebut boleh digunakan dalam Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS).
Alasan Penerapan Sistem Revenue Sharing
Secara umum dalam perbankan syariah landasan sistem ideal yang digunakan sistem aprasinya adalah sistem profit and loss sharing, sistem inilah yang dapat dijadikan ciri khusus bank syari’ah ang mengadakan sistem bank konvensional. Sistem ini merupakan model yang di contohkan oleh Rasulullah SAW ketika beliau menjadi mudharib dari Siti Khadijah. Sebagai pengganti mekanisme bunga sebagian ulama berpendapat bahwa dalam pembiayaaan proyek-proyek individual, intrumen yang paling baik adalah bagi hasil (profit and loss sharing). Walaupun banyak pembiayaan yang diberikan maka mereka mengakui bahwa ketika mereka bergerak dari pembiayaan proyek individu kepembiayaan lembaga (institusional banking), mekanisme bagi hasil menjadi kurang efisien yang melakukan semua fungsi seperti yang dilakukan oleh perbankan modern, yang berdasarkan pada mekanisme tingkat bunga.[2]
Pemberlakuakn sistem revenue sharing didasarkan pada kenyataan bahwa:
1 . Dana dilemparkan oleh bank kedalam bentuk pembiayaan adalah dana polling yang berasal dari dana titipan (wadiah) serta bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) satu persatu sumber dana yang dilemparekan kedalam pembiayaan
2 Perhitungan pendapatan dibagi dengan pendekatan ini lebih mudah, khusus untuk produk pembiayan bagi hasil, cara ini akan sangat memebntu bank, di mana bank tidak memerlukan petugas yang memeiliki spesifikasi khusus tentang bisnis tertentu untuk dapat memerlukan kontrol terhadap biaya-biaya yang dikelurkan oleh nasabah
3 . Diasumsikan bahwa para nasabah belum terbiasa menerima kondisi berbagi hasil dan berbagi resiko. Dimana bila bank mengalami kerugian, nasabah akan ikut menangung resiko kerugian tersebut, berarti berkurangnya dana mereka yang ditabung atau disimpan pada bank.
4 . Pada sistem ini kemungkinan tingkat perhitungan bagi hasil yang diterima pemilik dana akan lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga pasar yang berlaku. Kondisi ini akan mempengaruhi para pemilik dana untuk mengarahkan investasinya kepada bank syari’ah yang nyatanya justru mampu memberikan hasil yang optimal.
5 . Penyaluran dana kepada sektor usaha menunjukan adanya berbagai macam usaha yang mempunyai karakteristik biaya yang berbeda. Bank sebagai shahibul maal kedua atau pemegang amanah shahibul maal pertama menghadapi kesulitan untuk mengakui biaya-biaya usaha ya ng dikeluarkan para nasabah pengusaha sebagai mudharib. Padahal biaya-biaya yang sulit diversifikasi inilah yang kemudian menjadi pengurang seluruh pendapatan yang akan dibagi hasilkan
v Keunggulan Revenue Sharing
1 Meningkatkan investasi dana pihak ketiga pada bank syari’ah karena jika bank mengguakan sistem perhitungan bagi hasil berdasarkan Revenue Sharaing dimana bagi hasil akan didistribusikan dari total-total pendapatan sebelum dikurang dengan biaya-biaya maka kemungkinan yang akan terjadi akan tingkat bagi hasil yang akan diterima oleh pemilik dana akan lebih besar dibandingkan dengan tingkat suku bunga pasar yang berlaku. Kondisi ini akan mempengaruhi para pemilik dana yang mengarahkan investasinya pada bank syari’ah.[3]
v Kelemahan Revenue Sharing
1 Apabila tingkat pendapatan bank sedemikian rendah, maka bagian bank setelah pendapatan didistribisikan oleh bank, tidak akan mampu membiayai kebutuhan oprasionalnya (yang lebih besar dari pada pendapatan fee) sehingga merupakan kerugian bank dan membebani para pemegang kerugian. Sementara penyandang dana atau investor lain tidak menaggung kerugian akibat biaya oprasional tersebut.[4]
2 Dengan kata lain secara tidak langsung bank menjamin nilai nominal investasi nasabah karena pendapatan paling rendah yang akan dialami oleh bank adalah Nol, dan tidak mungkin terjadi pendapatan negatif.[5]
[1] Dewan Syari’ah Nasional, himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional untuk Lembaga Keuangan Syari’ah edisi 1 diterbitkan atas kerjasama Dewan Syariah Nasional dan Bnak Indonesia 2001 hal 87-90
[2] Zainul Arifin, dalam buku Memahami Bank Syari’ah Ruang Lingkup, Peluang dan Tangtangan dan Prospek (Jakarta Alvabet anggota IKAPI 2000) hal 29
[3] Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah institute Bankir Indonesia, Konsep, Produk, dan Implementasi Oprasionalnya Bank Syari’ah hal 265.
[4] Adiwarman A.Karim dalam buku Ekonomi Islam Suatu Kajian Konterporer hal 85
[5] Zainul Arifin dalam buku Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari’ah